Rabu, 30 November 2011

Paduan Budaya China – Palembang yang Diabadikan

Paduan Budaya China – Palembang yang Diabadikan
muhammad uzair – harian sindo
Keberadaan Laksamana Cheng Ho tak dipisahkan dari Palembang. Sejak melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat tiga kali datang ke Palembang.
SEJARAWAN Palembang Djohan Hanafiah mengatakan, Laksamana Cheng Ho pernah bertugas memburu para bajak laut Chen Tsu Ji di daerah maritim Palembang pada 1407. Kegagahan dan kebesaran Panglima Cheng Ho menumpas para bajak laut ganas melekat di hati masyarakat Palembang.
”Kendati tidak meninggalkan bekas seperti gedung atau mesjid, tetapi perkembangan Islam di Palembang, khususnya bagi para pendatang dari China, tidak bisa dipisahkan. Karena diketahui, perpaduan unsur budaya Palembang dan China cukup kental di sini,” ungkap Djohan.
Dalam penyebaran Islam di Indonesia, selain dilakukan para pedagang dari Arab dan sekitarnya, ternyata para pedagang asal Tionghoa ikut berperan menyebarkan Islam di daerah pesisir Palembang. Di sini pula peran Laksamana Cheng Ho dalam menyebarkan Islam di Palembang.
Armada Cheng Ho sebanyak 62 buah kapal dan tentara yang berjumlah 27.800 yang dipimpinnya itu pernah empat kali berlabuh di pelabuhan tua di Palembang. Pada 1407 Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya pernah meminta bantuan armada Tiongkok yang ada di Asia Tenggara untuk menumpas perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketenteraman.
Kepala perampok Chen Tsu Ji tersebut berhasil diringkus dan dibawa ke Peking. Semenjak itu, Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Kota Palembang yang memang sudah ada sejak zaman Sriwijaya banyak didiami orangorang Tionghoa. Gerombolan perompak yang dipimpin Chen Tsu Ji, sebenarnya bekas seorang perwira angkatan laut China asal Kanton.
Dia melarikan diri ketika Dinasti Ming berkuasa. Pelariannya berlabuh di Palembang. Kedatangannya ke Palembang telah membuat resah para pedagang yang singgah. Sebab, Chen Tsu Ji membawa ribuan pengikutnya dan membangun basis kekuasaan di Palembang, atau dalam bahasa China, po-lin-fong, yang berarti ”pelabuhan tua.”
Selama berkuasa di Palembang, Chen Tsu Ji menguasai daerah sekitar muara Sungai Musi, perairan Sungsang, dan Selat Bangka. Anak buah Chen Tsu Ji merompak semua kapal yang melintasi perairan itu. Kebetulan atau tidak, daerah-daerah itu sampai kini jadi kantung-kantung bandit Palembang.
Selama perjalanan Cheng Ho antara 1405–1433 M, dia pernah empat kali ke Palembang. Tahun 1407 masehi, armada Cheng Ho mampir ke Palembang dalam rangka menumpas perompak yang dipimpin Chen Tsui Ji tersebut. Kemudian, pada tahun 1413–1415M, 1421–1422M, dan tahun 1431–1433 M, armada Cheng Ho berlabuh ke Palembang. ”Setelah memberantas para perampok, Laksamana Cheng Ho berlabuh hingga tiga kali ke Palembang. Namun, tidak ada yang tahu maksud dan tujuannya,” jelas dia.
Menurut Djohan, tidak ada seorang pun tahu maksud kedatangan armada Cheng Ho ke Palembang seusai memberantas para perompak tersebut. Namun, para sejarawan sempat menuliskan kedatangannya yang disambut meriah para penduduk. Meskipun empat kali berlabuh, tidak satu pun jejak yang ditinggalkan Cheng Ho di Palembang.
”Kemungkinan ada peninggalan seperti manuskrip dan lainnya. Tapi tidak terdata secara signifikan,” jelas Djohan. Sejak kedatangannya itu, beberapa orang pengikut Cheng Ho akhirnya menetap di Palembang dan menyebarkan Islam. Untuk mengenang kebesaran Cheng Ho sebagai seorang muslim, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bersama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumsel membangun Masjid Islam Cheng Ho Sriwijaya di kawasan Jakabaring, Palembang.
Kenyataan tidak bisa dipungkiri, minoritas Tionghoa muslim di Sumsel kini berjumlah sekitar 4.000 orang. Sekitar 2.000 orang lebih muslim Tionghoa telah lama menetap di Palembang. Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PIPI) Sumsel Herryanto mengatakan, berlatar belakang dari konsep mempererat persaudaraan antarmuslim dalam naungan ukhuwah Islamiah serta mengenang jasa Laksamana Cheng Ho itulah Masjid tersebut diberi nama Muhammad Cheng Ho.
”Islam tidak mengenal perbedaan budaya, ras, dan warna kulit. Hal itu telah dipraktikkan Cheng Ho dalam kehidupannya,” kata Herryanto. Semangat dakwah Islamiah itu juga akan diwujudkan dalam bentuk pusat belajar empat bahasa, yakni bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, dan bahasa Arab di masjid tersebut.
”Kita semua tahu keteladanan hidup seorang Laksamana Cheng Ho. Dia orang besar yang telah memberi inspirasi bagi para muslim untuk terus mengembangkan semangat dakwah Islamiah,” kata Herryanto. Pembangunan masjid baru 80%, dan masih membutuhkan dana yang cukup besar untuk menyelesaikannya. Masjid Muhammad Cheng Ho dapat menjadi sebuah simbol persatuan dan persaudaraan muslim di Palembang. (uzair/sindo)

0 komentar: