Rabu, 09 November 2011

Prosesi Ngaben di Bali




Nah, kali ini kita akan belajar untuk mengenal tradisi atau budaya umat Hindu di Bali yaitu prosesi Ngaben. Upacara ini ditujukan untuk orang yang sudah meninggal. Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia, dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui reinkarnasi atau kelahiran kembali.
Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang
dan lumayan besar, hal ini sering dilakukan cukup lama  setelah
kematian.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini
masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad
orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya
mencukupi, namun bagi beberapa keluarga yang mampu upacara ngaben dapat
dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal
di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Selama masa penyimpanan di
rumah itu, roh orang yang meninggal menjadi tidak tenang dan selalu
ingin kebebasan.
Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah melalui
konsultasi dan kalender Bali yang ada. Persiapan biasanya diambil
jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan. Pada saat inilah keluarga
mempersiapkan “bade dan lembu” terbuat dari bambu, kayu, kertas yang
beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial
ekonomi keluarga bersangkutan.
Pagi hari sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan
handai taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya
disajikan sekedar makan dan minum. Pada tengah hari, jasad dibersihkan
dan dibawa ke luar rumah diletakkan di Bade atau lembu yang disiapkan
oleh para warga Banjar, lalu diusung beramai-ramai, semarak, disertai
suara gaduh gambelan dan “kidung” menuju ke tempat upacara. Bade diarak
dan berputar-putar dengan maksud agar roh orang yang meningal itu
menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa
menyebabkan gangguan, dll.
Sesampainya di tempat upacara, jasad ditaruh di punggung lembu,
pendeta mengujar mantra – mantra secukupnya, kemudian menyalakan api
perdana pada jasad. Setelah semuanya menjadi abu, upacara berikutnya
dilakukan yakni membuang abu tersebut ke sungai atau laut terdekat lalu
dibuang, dikembalikan ke air dan angin. Ini merupakan rangkaian upacara
akhir atas badan kasar orang yang meninggal, kemudian keluarga dapat
dengan tenang hati menghormati arwah tersebut di pura keluarga, setelah
sekian lama, arwah tersebut diyakini akan kembali lagi ke dunia.
Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalanannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya ; Pulau Bali.

0 komentar: